Oleh dr. Ega Dwi Putranto – Dokter Umum RSU HI
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang diakibatkan oleh karena kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin (zat pembentuk darah), dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada anak dan dapat mengakibatkan masalah kesehatan terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Apabila kekurangan zat besi yang berdampak pada penurunan jumlah hemoglobin dapat dihubungkan dengan penurunan fungsi kepintaran, perubahan tingkah laku, tumbuh kembang yang terlambat, dan gangguan daya tahan tubuh pada anak.
Gejala klinis yang muncul seringkali tidak begitu diperhatikan oleh para orang tua. Gejala yang mungkin dapat dilakukan pengamatan oleh para orang tua di rumah, diantaranya adalah : anak tampak pucat yang berlangsung lama tanpa adanya penyebab kehilangan darah, mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak nafsu makan, daya tahan tubuh menurun / sering sakit, dan mungkin terdapat gangguan perilaku dan prestasi belajar. Waspada jika anak anda gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas, tanah, rambut dsb., karena dapat berdampak menjadi suatu anemia defisiensi besi.
Untuk mencegah hal tersebut ada beberapa upaya yang dapat dilakukan terhadap anak – anak kita, diantaranya adalah : mempertahankan ASI eksklusif minimal 6 bulan, menunda pemakaian susu sapi hingga usia 1 tahun, menggunakan makanan pendamping ASI yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan pada usia 6 bulan sampai 1 tahun, pemberian vitamin C, meningkatkan makanan yang mengandung kadar besi yang berasal dari hewani, dan menjaga kebersihan lingkungan. Dan apabila sudah dicurigai terdapat gejala – gejala yang mengarah ke anemia defisiensi besi, maka dapat dilakukan skrining pemeriksaan darah atas rekomendasi dokter. Pengobatan yang diberikan jika anak positif mengalami suatu anemia defisiensi besi adalah pemberian suplemen yang mengandung zat besi sesuai dosis dan uisa anak untuk mendukung pembentukan darah. Semoga Bermanfaat ..
Purbalingga– Guna meningkatkan Pelayanan kesehatan yang lebih baik serta menampung aspirasi dari warga sekitar purbalingga, RSU Harapan Ibu Purbalingga mengadakan kegiatan sosialisasi pelayanan Rumah Sakit pada Sabtu 18 Januari 2020 di aula lantai 2 gedung baru RSU Harapan Ibu. Acara tersebut dihadiri kurang lebih 50 tamu undangan, mulai dari instansi pemerintah, puskesmas, tokoh masyarakat / tokoh agama, organisasi masyarakat, TNI dan Polri.
Acara Sosialisasi tersebut dibuka secara resmi oleh Direktur RSU Harapan Ibu Purbalingga dr. Hayati Isti Fadah, kemudian dilanjutkan dengan paparan materi yang disampaikan langsung oleh Bapak Ariful Hanif, SH, selaku Sekertaris PT. Islam Bani Shobari.
Dalam paparannya Bpk. Ariful Hanif, SH menyampaikan mengenai rencana pelayanan unggulan RSU HI 2020 – 2025 yaitu “ Pain Intervention dan Pelayanan Jantung “. Beliau juga mengatakan bahwa untuk mewujudkan pelayanan unggulan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni serta fasilitas kesehatan yang memadai dari pihak Rumah Sakit.
Selain rencana pelayanan unggulan, pada paparan tersebut disampaikan juga terkait peningkatan sarana prasarana berupa Penyelesaian pembangunan ruang pelayanan di zona II gedung baru RSU Harapan Ibu lantai 3 dan 4. Gedung lantai 3 rencananya akan digunakan untuk ruangan (Kebidanan, Perinatologi dan Rawat Inap) sedangkan lantai 4 digunakan untuk ruangan (IBS, ICU, Rawat Inap). Diharapkan dengan peningkatan pelayanan serta sarana dan prasarana RSU Harapan Ibu Purbalingga mampu mewujudkan Visinya, yakni menjadi rumah sakit yang terkemuka, unggul dalam pelayanan kesehatan.
oleh : Dna Raras Mardena S.Farm., Apt – Apoteker RSU HI
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah termasuk salah satunya adalah tanaman obat yang mendukung banyaknya pembuatan obat Tradisional di Indonesia . Menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK 00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Obat Tradisional di Indonesia dikelompokan menjadi ; Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
JAMU, jamu merupakan obat tradisional yang digunakan secara turun temurun dan meliliki klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional secara turun temurun.
OBAT HERBAL TERSTANDAR, obat herbal terstandar adalah obat tradisional yang sudah dibuktikan mutu, keamanan dan manfaatnya secara ilmiah serta menggunakan bahan baku yang telah memnuhi standard an telah dilakukan uji pra –klinik.
FITOFARMAKA, Fitofarmaka adalah obat herbal yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya dan telah melalui pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan efek , keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, atau pengobatan penyakit . Demikian informasi penggolongan obat tradisional di Indonesia, semoga dapat bermanfaat.
Sumber : Buletin Informasi kefarmasian dan alat kesehatan Edisi Januari-Febuari 2015
Oleh dr. Ega Dwi Putranto – Dokter Umum RSU HI
Orang tua pada umumnya antusias menunggu awal perkembangan bicara anak mereka. Bila anak tidak dapat bicara normal, maka tidak jarang mereka akan mengira bahwa anak mereka bodoh atau retardasi. Perkembangan bicara anak diluar normal merupakan hal yang mengkhawatirkan bagi orang tua sehingga sering membawanya ke dokter.
Kemampuan berbahasa memang betul merupakan suatu indikator perkembangan anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari lingkungannya. Periode kritis bagi perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa adalah periode antara 9 -24 bulan awal kehidupan. Periode 2 -4 tahun pertama menunjukkan peningkatan yang cepat dalam jumlah dan kompleksitas perkembangan berbicara, kekayaan perbendaharaan kata, dan kontrol neuromotorik.
Penyebab kelainan berbahasa bermacam – macam yang melibatkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi, antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran, kognitif, fungsi saraf, emosi psikologis dan lain sebagainya. Masing – masing faktor penyebab tersebut mengakibatkan efek pada perkembangan bicara yang berbeda – beda. Terdapat banyak klasifikasi kelainan bahasa pada anak yang dapat menjadikan pedoman. Penegakkan diagnosa gangguan bicara dan bahasa pada anak tidak mudah dan memerlukan pemeriksaan yang komprehensif bahkan sampai dengan pengamatan di lapangan pada saat anak bermain, serta tidak jarang memerlukan bantuan psikolog / neuropsikiater anak. Deteksi dan penanganan dini pada problem bicara dan bahasa pada anak, akan membantu anak – anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan pada masa sekolah. Prognosis atau kemungkinan kesembuhan gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebab dan penanganannya sejak dini. Oleh karena itu alangkah bijak apabila orang tua dapat mengkonsultasikan gangguan bicara dan bahasa anaknya kepada dokter atau dokter spesialis anak, apakah hal tersebut masih dalam tahap yang normal atau sudah mengalami keterlambatan karena penyebab tertentu. Semoga bermanfaat
oleh : Dna Raras Mardena S.Farm., Apt – Apoteker RSU HI
Sebelum kita mengetahui batas waktu penggunaan obat setelah kemasan primer dibuka, ada baiknya kita mengetahui pengertian ED (Expiration date)/ kadaluwarsa dan BUD (Beyound use date). Penetapan batas waktu penggunaan obat setelah kemasan primer dibuka berbeda dengan ED Expiration date / kadaluwarsa yang tertera di kemasan. Tidak jarang masyarakat menganggap ED/ kadaluwarsa obat setelah kemasan dibuka dianggap tetap sama dengan yang tertera pada kemasan, padahal ED obat tersebut telah berubah.
ED/kadaluwarsa yang telah berubah setelah kemasan primer dibuka dikenal dengan istilah Beyound use date (BUD). BUD memberikan batasan waktu kepada pasien kapan obat tersebut masih layak untuk digunakan setelah kemasan primer obat dibuka. (Thompson, 2012).
Berikut ini petunjuk umum penetapan BUD obat :
Petunjuk ini dapat digunakan jika sediaan obat tersebut dikemas dalam wadah kedap dan tidak tembus cahaya, disimpan pada suhu yang sesuai dan terkontrol (kecuali dinyatakan lain). (Thompson, 2009).
Demikian informasi mengenai batas penggunaan obat setelah kemasan primer di buka, jika terdapat informasi yang kurang jelas mengenai BUD atau anda masih bingung untuk menetapkan BUD obat yang anda konsumsi ada baiknya menghubungi apoteker terdekat untuk mendapatkan informasi tersebut. Demikian artikel ini dibuat semoga bermanfaat.
Oleh dr. Mugi Tri Sutikno – Dokter Umum RSU HI
Antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh dokter untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Melalui ANC dokter dapat mengenali dan menangani sedini mungkin penyulit dan penyakit yang menyertai saat kehamilan, persalinan, dan nifas. Salah satu penyakit pada kehamilan yang mempunyai resiko tinggi (resti) adalah janin dengan penyakit jantung bawaan (PJB).
Tipe PJB
Secara garis besar PJB dikelompokan menjadi 2 tipe, yaitu PJB Sianotik dan PJB non sianotik. PJB sianotik memyebabkan kulit di ujung-ujung anggota gerak dan mukosa lidah/bibir bayi/anak menjadi kebiruan akibat kurangnya kadar oksigen didalam darah. Sedangkan PJB non sianotik umumnya menimbulkan gejala gagal jantung yang ditandai dengan sesak yang memberat dengan menetek/aktivitas dan gangguan pertumbuhan yang menyebabkan kekurangan gizi.
Faktor Resiko
Sejauh ini, penyebab PJB belum diketahui secara pasti, diperikirakan faktor genetik (bawaan) dan faktor lingkungan berperan penting terkait meningkatnya angka kejadian PJB. Ibu hamil yang menderita diabetes, hipertensi, penyakit infeksi (rubella), Ibu hamil dengan usia > 35 tahun, pernikahan sedarah, serta paparan asap rokok selama kehamilan menjadi faktor resiko yang perlu diwaspadai.
Pencegahan dan Deteksi Dini PJB
Penting untuk diperhatikan pembentukan organ-organ vital pada janin terutama jantung berlangsung pada fase awal kehamilan dan hampir selesai pada 4 minggu pertama setelah pembuahan, sehingga menjaga kesehatan, mengoptimalkan asupan nutrisi, serta menghindari paparan asap rokok merupakan kunci pencegahan terhadap kelainan jantung bawaan. Kehamilan resiko tinggi seperti yang telah dijelaskan diatas disarankan melakukan pemeriksaan ANC secara teratur ke dokter spesialis kandungan (minimal 4x selama kehamilan).